Archives

Ingatlah Hari Ini #3

Lima unit motor melaju kencang menyusuri jalanan desa Pocangan yang gelap dan berliku, menembus udara dingin malam itu. Lima motor yang pengemudinya tak lain adalah keluarga PCG71. Malam itu kami bersembilan (minus mbak Risty) berniat menjalankan sebuah misi yang sangat gila. Misi yang kedengarannya impossible untuk dilakukan. Misi yang takkan terlintas di benak kelompok KKN lain 😀

Bikin onar di Indomaret!

Segalanya bermula dari obrolan santai kami. Kami berandai-andai bagaimana jika ada orang-desa-yang-super-udik datang ke Indomaret melepas alas kaki, mengetuk pintu kemudian memesan ‘es grim rasa soklat’, ‘indomie merk sedap’,dan ‘so klin merk rinso.’ Berhubung anak-anak PCG71 pada gila dan kurang kerjaan maka tercetuslah kalimat “Yuk kita praktekkan di Indomaret deket sini!” -__-

Hey Indomaret Sukowono, bersiaplah karena kau akan menjadi saksi bisu kegilaan PCG71 di malam terakhir KKN! :v

Akhirnya kami mendarat tepat di depan TKP. Kami bergerombol, cekikikan, sambil sesekali celingukan mengintip ke arah ‘target’. Gerak-gerik yang cukup aneh bagi seorang calon pembeli di Indomaret Sukowono.

Dari luar tampak ada beberapa orang pembeli yang mondar-mandir. Ya, hanya beberapa. Indomaret terbilang sepi malam itu, membuat kami semakin yakin untuk melancarkan misi gila tersebut.

“Busset…kita jadi nih??” tanya Sidik was-was, yang segera diiyakan oleh beberapa anak lain.

Aku sendiri rasanya tak yakin. Apa bisa anak-anak PCG71 ini berakting sesuai ‘skenario’ di sini? Sedangkan saat ini saja ketika kami masih berada di luar, tawa sudah tak terbendung. Tawa jahil bandit-bandit PCG71.

Aku, Fannia dan mas Andy masuk duluan, ceritanya kami mau beli sesuatu gitu (padahal sih enggak.. :p). Kami berjalan mengitari rak-rak barang, berpura-pura memilih item demi item untuk dibeli. Aku yang bertugas mengabadikan momen lewat video lebih memilih menyerahkan hapeku kepada Mas Andy karena takut tak bisa menahan tawa. Mas Andy mulai mengaktifkan video recording sementara aku dan Fannia hanya bisa bersembunyi di antara deretan barang sambil cekikikan. Kami benar-benar tak habis pikir betapa aneh, konyol, dan nggak pentingnya aksi PCG71 malam itu. Sesekali kami mengintip ke arah pintu masuk, mencoba memastikan kedatangan para ‘aktor’ dan ‘aktris’.

Tiba-tiba pintu terbuka..

Yanti masuk dengan langkah cepat dan mimik seolah tanpa dosa. Disusul Fijar, Sukma, dan anak-anak lainnya.

“HAHAHAHAHAHAHAHAHAA…”

Tawa yang sedari tadi berusaha kami tahan mati-matian akhirnya pecah! Rupanya aktor dan aktris PCG71 belum cukup kuat mental untuk melakukan aksi gila itu 😀

Kami bersembilan menyebar di antara rak-rak barang, melihat-lihat barang sambil terus tertawa. Entah bagaimana jadinya rekaman CCTV Indomaret malam itu…pasti yang tampak hanyalah segerombolan remaja gila yang mengobrak-abrik Indomaret. Dan entah apa yang ada di pikiran mbak-mas kasir itu. Wajah acuh dan cuek yang mereka tunjukkan seolah berkata, “Ngapain aja sih anak-anak ini, kurang kerjaan banget malem-malem bikin ribut.”

Oke, mission failed!!

_MG_8333

***

Apa yang dilakukan PCG71 selanjutnya? Menyerah? Pulang aja karena malu? Enggak lah! Alfamart yang berlokasi tak jauh dari situ menjadi target kami selanjutnya. Yah anggap aja yang di Indomaret tadi cuma rehearsal 😀

Fijar dan Yanti adalah aktor dan aktris utama malam itu. Kenapa Fijar dan Yanti? Karena mereka berdualah yang paling tahan malu dan paling bersemangat untuk menjalankan misi ini. Mereka melangkah ke pelataran Alfamart, melepas alas kaki dan menjinjingnya. Sukma yang berada di samping mereka mengikuti apa yang mereka lakukan.

“Kamu ikutan??” tanya Yanti terheran-heran.

Sukma terdiam beberapa saat.

“Gak jadi deh!” ucapnya sambil tertawa dan berlari menjauh. Yaelah…Sukma 😀

Fijar dan Yanti mendekat ke pintu masuk.

“Assalamualaikum!” seru Fijar. Para pemeran utama itu sempat saling berpandangan dan tertawa beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk. Fijar memimpin tetap dengan wajah cengengesannya. Yanti mengikutinya.

Kami semua juga mengikuti aktor dan aktris masuk ke lokasi. Denis mengabadikan momen dengan kamera SLRnya sedangkan mas Andy tetap dengan ponselku.

Fijar dan Yanti mendekati salah satu rak barang. Entah apa yang mereka diskusikan sampai akhirnya mengenakan alas kakinya lagi. Hmmm malu ya? Feeling so awkward? Kami yang cuma pemeran pembantu merasakan lebih dari itu! 😀

Akhirnya mereka menghampiri salah seorang pegawai. Mbak-mbak cantik berkaos merah Alfamart, celana jeans hitam dan rambut dikuncir ekor kuda.

“Mbak, kami mau minta ijin bikin video lucu-lucuan gitu..” ujar Yanti pelan.

“Terus?” jawab mbaknya sambil tersenyum lebar. Mbak-mbak yang ramah, beda sama yang di Indomaret tadi.

“Ya..mau tanya-tanya aja…tapi jangan ketawa ya mbak?” sambung Fijar yang segera dikomplain Yanti. Kenapa dikomplain? Iyalah, karena ini menyimpang dari skenario. Harusnya mereka langsung tanya aja biar segalanya natural, eh ini malah ‘target’ dikasih tahu duluan -__-

“Loh, kalo nggak dikasih tahu dulu ntar mbaknya malah ketawa! Hehe…” begitu alibi Fijar. Oke deh Jar -__-

Fijar dan Yanti melepas alas kakinya (lagi) dan menjinjingnya. Tetap dengan wajah cengengesan tanpa dosa.

Camera, action!!

“Dari mana kalian?” tanya mbaknya.

“Dari Pocangan mbak. Hehehe…”

Aktor dan aktris kemudian berdiskusi singkat tentang akting selanjutnya. Mungkin belum hafal skenario 😀

“Mbak, aku cari Indomie rasa Sedap ada nggak?” tanya Fijar.

“Ada!” jawab mbaknya mantap. Hellow, emang beneran ada?

“Mana??”

Mbaknya melangkah menghampiri rak barang…

“Indomie rasa…?”

“Indomie rasa Sedap!”

“Nggak ada!” seru mbaknya akhirnya yang segera disambut tawa kami. Aduh mbak, bingung ya? 😀

“Nggak ada di sini…adanya ini tok,” lanjutnya sambil menunjuk salah satu mie instan yang didisplay.

“Ih, kok nggak lengkap ya..,” keluh Yanti.

“Kalo mau yang lengkap di Alfa yang deketnya pasar…di situ lebih lengkap daripada di sini…”

Oke, sepertinya mbak itu mulai ikutan menggeje xD

Aktor dan aktris terdiam beberapa saat. Kemudian Yanti bertanya, “Mbak, ada So Klin merk Rinso?”

“Ya nggak ada…So Klin So Klin, Rinso Rinso…lain itu merknya..”

“Loh, yang buat cuci-cuci itu loh mbak..??” Fijar mencoba meyakinkan dengan logat yang tiba-tiba Madura. Lengkap dengan gerakan tangan menirukan orang mencuci.

Mbaknya berpindah ke rak lain, mengamati beberapa item di situ kemudian menunjuk salah satu item di rak atas.

“Nih lihat, So Klin So Klin, Rinso Rinso…lain…”

“Nggak ada…” gumam Yanti kecewa sambil menatap Fijar. Fijarnya nyengir.

“Ya udah ayo cari di pasar!”

Yanti tertawa. Mereka kemudian melangkah menjauh.

“Mbak, matur nuwun nggih..” ucap Yanti kepada mbak Alfamart.

“Inggih, monggo…”

“Assalamualaikum…”

Mission ended! Yeayy…

Jadi, sukseskah misi kami malam itu?? Nggak tahu juga ya, menurutku setengah-setengah sih suksesnya, karena nggak sesuai skenario. Tapi terlepas dari penilaian sukses atau nggak, peristiwa itu akan tetap melekat di ingatan kami. Kegilaan PCG71 di malam terakhir KKN. Peristiwa yang akan tetap membuat kami senyum-senyum sendiri tiap kali melihat Indomaret atau Alfamart 🙂

 

_MG_8358

Makan malam menjadi tujuan perjalanan kami selanjutnya. Kami makan di sebuah warung lesehan di Kalisat (sebuah kecamatan yang bertetangga dengan Sukowono). Tempat yang sederhana, namun cukup manis untuk berbagi keceriaan dan kebersamaan dengan PCG71.

_MG_8409 _MG_8405 _MG_8366

IMG_8368

What a memorable night. Rasanya aku tak ingin mengakhiri malam itu. Aku hanya ingin bersenang-senang dengan mereka tanpa harus mengingat bahwa besok adalah hari terakhir kami berkumpul.

***

Aku bangun sekitar pukul lima pagi. Kulihat Yanti yang awalnya tidur di sebelahku sudah tak ada di tempatnya. Mungkin ia sedang shalat Subuh.

Pandanganku menyapu bersih ruangan. Fannia, Gerda, Sukma, mas Andy, Fijar, Denis, dan Sidik masih terlelap seperti ikan pindang yang sedang terkapar. Kupikir aktivitas mereka yang begadang main kartu sampai lebih dari jam 2 pagi adalah penyebabnya.

Eits tunggu dulu, ini kenapa cowok-cewek tidur satu ruangan?? Hehe, edisi spesial malam terakhir lah. Berhubung semua barang termasuk kasur udah pada diangkut ke Jember, jadi kami memutuskan untuk tidur bareng di kamar cowok. Biar sekalian gitu karpetnya.

Dan aku menyesal tidur bareng gini. Kenapa? Karena suara berisik mereka ketika main kartu membuatku tak bisa terlelap…OMG. Belum lagi suara-suara ‘bom’ yang diledakkan dari perut mereka. Ampun deeeeehh X___X

Hasilnya apa lagi kalau bukan mata yang masih berat lengkap dengan lingkaran hitamnya ini. Aku tidur cuma 4 jam. Nggak papa lah, kapan lagi bisa tidur bareng PCG71… *menghibur diri.

Hari itu adalah hari yang sangat tidak kutunggu-tunggu. Hari di mana kami harus mengikuti acara penarikan mahasiswa KKN di kecamatan. Hari terakhir kami tinggal di Pocangan. Hari terakhir PCG71 berkumpul sebagai satu keluarga.

Bangun kesiangan dan keterbatasan kamar mandi membuat keberangkatan kami ke kantor kecamatan molor semolor-molornya. Jadwal acara jam 8 namun kami baru lepas landas dari posko jam setengah 10, setelah sebelumnya sarapan dengan roti tawar spesial ala chef Fannia. Roti tawar dengan cinta di setiap gigitannya ❤

_MG_8433

 

Kantor Kecamatan Sukowono, 6 Maret 2014. Tak terasa sudah empat puluh lima hari sejak pertama kali kami berada di sini. Sudah empat puluh lima hari sejak pertemuan awal kami dengan seluruh mahasiswa KKN Kecamatan Sukowono di tempat ini. Penerjunan KKN, ketika keluarga PCG71 belum terlalu mengenal satu sama lain. Dan sekarang kami berkumpul lagi di tempat ini dengan kondisi yang jauh berbeda dari sebelumnya.

Tak ada kesedihan yang kurasakan saat itu. Entahlah, aku merasa tak akan berpisah dengan PCG71. Banyak acara ketemuan yang sudah kami rencanakan ketika berada di Jember nanti. Meskipun kami takkan lagi bertemu tiap hari tapi kami percaya bahwa berakhirnya KKN tak akan menjadi akhir dari persahabatan kami 🙂

_MG_8488 _MG_8456 _MG_8464 _MG_8476 _MG_8504 _MG_8632 _MG_8650

 

Acara dimulai sekitar pukul 11.00 dan berakhir kurang lebih satu setengah jam kemudian. PCG71 segera pulang ke posko untuk berkemas karena barang-barang pribadi masih kami tinggalkan di sana.

Setelah packing berakhir,  tiba saatnya kami meninggalkan posko. Meninggalkan tempat penuh kenangan yang telah menjadi rumah kami selama 45 hari terakhir ini. Kami berpamitan dengan Pak Evi (tetangga belakang balai desa) dan beberapa perangkat desa sebelum akhirnya beranjak dari posko. Selamat tinggal posko 71… 😦

Selanjutnya kami mengunjungi rumah Mas Dodon, ketua RT yang selama ini menjadi sahabat kami di Pocangan. Mas Dodon melepaskan kami dengan mengucapkan banyak terima kasih. Terima kasih kembali mas, sudah menjadi teman baik kami selama ini, yang selalu siap membantu ketika kami butuh pertolongan 🙂

Terakhir kami mengunjungi rumah Pak Haji Ahmad Zainullah, Kepala Desa Pocangan yang super duper baik dan ramah. Kami berpamitan dengan Pak Kades dan Bu Kades. Tugas kami untuk mengabdikan diri di sini telah selesai. Kini saatnya kami meninggalkan Pocangan dan kembali ke aktivitas normal kami. Terima kasih, Pak Kades, atas segala kebaikan dan kemurahan hati Bapak (termasuk durennya). Terima kasih juga Bu Kades… 🙂

Akhirnya, tiba waktu kami untuk meninggalkan Pocangan. Selamat tinggal Pak Kades, Bu Kades, perangkat desa, guru dan murid TK, SD, MI, SMP, Pak Evi, Mas Dodon, ibu-ibu warung, ibu-ibu pengajian. Terima kasih sudah mewarnai hari-hariku selama berada di Pocangan dan memberiku banyak pengalaman berharga. Empat puluh lima hariku berakhir di sini. Selamat tinggal Pocangan….

Tinggallah aku bersama sembilan orang keluarga PCG71 ku. Hari ini akan menjadi babak baru persahabatan kami, ketika KKN bukan lagi menjadi alasan pertemuan kami.

Motor kami melaju meninggalkan Pocangan menuju arah Bondowoso. Kami berencana jalan-jalan dulu ke kota domisili kordes ini sebelum kembali ke Jember. Ini sudah ketiga kalinya kami main ke Bondowoso selama masa KKN.

Tak butuh waktu lama bagi kami untuk memasuki kota Bondowoso. Kami berhenti di sebuah kawasasan hutan yang rindang dan sejuk dengan pemandangan indah. Ternyata tempat itu bernama Taman Nasional Tasnan. Kami meluangkan waktu sejenak untuk melakukan photoshoot 😀

_MG_8725 copy _MG_8728 copy _MG_8734 copy

 

Perjalanan berlanjut ke rumah Gerda. Sekitar pukul 15.30 kami tiba di salah satu rumah di Perumahan Pancoran – Bondowoso itu. Setelah menunaikan shalat Ashar dan beristirahat sejenak kami merapat ke alun-alun Bondowoso. It’s meal time! Stand Idola, salah satu warung lesehan di situ menjadi pilihan kami. By the way, itu adalah pertama kalinya kami makan nasi pada hari itu. Sarapan PCG71 dimulai jam 5 sore! 😀

_MG_8757 copy _MG_8770 _MG_8807 _MG_8817 _MG_8819 copy _MG_8841

 

Lepas dari alun-alun, kami menunaikan shalat Maghrib di sebuah masjid (lupa nama masjidnya). What’s next? Go home? No! Kuliner belum berakhir. ‘Dapur Cokelat-ku’ menjadi tujuan selanjutnya ^^

Aku sukaaaa banget sama Dapur Cokelat nya Bondowoso. Menu lengkap, harga minimal namun rasa maksimal. Tempat yang benar-benar pas untuk melepas penat apalagi bersama PCG71 tercinta 🙂

_MG_8963 _MG_8988

 

Perut kami serasa mau meledak saat itu. Full tank! Tapi seneng sih 😀

Saking kenyangnya, acara dinner yang awalnya kami rencanakan akhirnya dibatalkan. Perut kenyang, badan super capek ditambah malam yang semakin larut membuat kami memutuskan untuk segera pulang ke Jember. Akhirnya kami meluncur menuju Jember setelah sebelumnya mengambil barang-barang di rumah Gerda.

Saat itu sekitar pukul sembilan malam. Kami meninggalkan Bondowoso dan menuju ke Jember. Fijar menjadi pemboncengku saat itu.

Hari yang melelahkan namun juga menyenangkan. Aku tidak tahu apakah setelah ini aku bisa mengalami hari sehebat ini lagi, mengingat mulai besok aku akan jarang bertemu mereka. Namun barang bawaan yang berat, badan yang letih dan udara malam yang dinginnya menusuk kulit mengalihkanku dari berbagai pikiran itu. Aku ingin cepat-cepat sampai di kost.

Akhirnya sekitar pukul 22.30 aku tiba di kost. Untungnya pagar kost belum dikunci.

Aku bergegas masuk ke kamar, meletakkan barang-barang di lantai kemudian menghempaskan tubuh lelahku ke tempat tidur.

Tempat ini lagi. Kamar kostku. Tempat yang telah kutinggalkan selama 45 hari kini akan menjadi rumahku lagi. Tak ada mereka. Tak ada canda tawa dan kebersamaan PCG71. Tak ada rutinitasku seperti di desa. Ya, aku telah benar-benar kembali ke kehidupan normalku.

Kurasa itu bukan masalah. Aku hanya perlu membiasakan diri dengan keadaan ini. Takkan sulit bagiku karena inilah kehidupan asalku, inilah tempatku sebelum aku mengenal mereka.

Semuanya baik-baik saja sampai sebuah SMS mendarat di hapeku. Sukma.

 

“Bagaimana rasanya KKN? 🙂

Rek, makasih ya kerja samanya selama kkn, kalian emang support dah.

Aku juga minta maaf kalo aku banyak salah ato males pas di posko.

Salam PCG71! Yak! :D”

 

Pesan yang singkat dan mungkin terlihat biasa saja bagi orang lain. Namun cukup untuk membuatku…..(you know what)

Oke Suk, kamu tahu apa kesalahanmu? Harusnya kamu nggak usah ngirim SMS kaya gini. Bikin aku mewek malem-malem aja.. TT___TT

Balasanku baru saja terkirim ketika sebuah SMS lain datang. Gerda.

 

“Terimakasih buat teman-teman PCG71.

Maaf kalo selama di posko banyak malesnya. Guyonnya sering ngawur. My beloved family nak kanak pocangan..gendeng pak”

 

Pesan yang dikirim pak kordes sukses membuat tangisku semakin menjadi. Kini aku sadar, masa KKN telah benar-benar berakhir dan takkan kutemui mereka lagi setiap harinya. Aku akan sangat merindukan kalian..

***

KKN. Hal yang awalnya sangat enggan untuk kulakukan, namun ternyata begitu indah dan menyenangkan. Tak berlebihan rasanya jika aku menyebutnya sebagai 45 hari yang paling berkesan dalam hidupku. Terima kasih ya Allah karena Engkau telah mempertemukan kami, keluarga PCG71. PCG71 selamanya akan menjadi sahabat terbaikku. Terima kasih kawan, telah mengukir cerita indah dalam hidupku. Terima kasih atas segala kebaikan, kerja sama, pengertian, dan pengorbanan yang kalian berikan untukku. Terima kasih telah menjadi keluarga baruku. Kuharap persahabatan kita takkan pernah berakhir. Takkan pernah kulupa masa-masa indah yang telah kulalui bersama kalian, meski kelak ketika kita hidup terpisah. Saat semua terjadi mengganti cerita lalu, ingatlah hari ini 🙂

_MG_8717 copy

Ingatlah Hari Ini #2

Sebuah desa yang terbilang masih sangat tradisional. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sejauh mata memandang tampak hamparan sawah, barisan pepohonan, dan sungai yang mengalir deras. Tidak ada pertokoan modern, tidak ada pasar, tidak ada SPBU, ATM, dan fasilitas publik lainnya. Balai desanya dikelilingi oleh sekolah-sekolah, warung kecil dan rumah penduduk. Hawa dingin dan sejuk selalu dapat kita rasakan di desa yang terletak di lereng gunung ini. Desa yang tengah disinggahi 10 orang mahasiswa yang ingin mengamalkan ilmunya. Desa Pocangan.

Tak terasa sudah berminggu-minggu sejak kami diterjunkan di desa ini sebagai mahasiswa KKN. Selama hidup sebagai gadis desa Pocangan banyak hal baru yang kujalani. Aku yang bahkan tak tahu cara memegang pisau yang benar harus memasak untuk 10 anak tiga kali sehari. Aku yang tak pernah berurusan dengan anak kecil harus mengajar TK. Aku yang sama sekali tak punya skill mengajar harus memberikan bimbingan belajar kepada anak SD. Pengajian seminggu sekali bersama ibu-ibu, memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Semuanya adalah hal baru bagiku yang awalnya aku tak yakin mampu melakukannya. Tapi berkat semangat dan kerja kerasku serta dukungan dari teman-teman kelompok 71, aku bisa menyelesaikannya dengan baik.

Menyenangkan rasanya ketika kita bisa mengamalkan ilmu kepada orang lain yang membutuhkan. Ada perasaan lega dan bangga ketika masyarakat Pocangan baik itu murid TK, SD, SMP, ataupun ibu-ibu PKK memahami apa yang kami sampaikan dan kami ajarkan. Aku merasa diriku benar-benar berguna bagi orang lain.

Hari-hari berlalu dengan sangat cepat. Semakin lama aku berada di sini, semakin aku meyakini satu hal. Apa yang aku takutkan dulu, apa yang aku khawatirkan dan yang membuatku enggan melakukan KKN ternyata salah besar. Nyatanya, tak ada perasaan ingin cepat-cepat mengakhiri ini. Aku betah di sini, aku mencintai rutinitasku di sini. Dan tentunya aku menyayangi mereka, keluarga PCG71, alasan terbesar yang membuatku tak ingin mengakhiri ini semua.

PCG71 yang hingga kini menjadi nama resmi kelompok kami adalah singkatan dari Pocangan 71. Meski awalnya terlontar nama PCG48 (plesetan dari JKT48) akhirnya kami lebih memilih nama PCG71.

Hidup di satu rumah yang sama membuat kami selalu bersama setiap saat. Sejak membuka mata di pagi hari hingga memejamkan mata di malam hari, banyak cerita kebersamaan di antara kami. Belanja bersama, memasak bersama, makan bersama, mengajar bersama, main kartu bersama, memberikan penyuluhan bersama, berburu jamur dan menangkap ikan bersama, hingga menimba air bersama, adalah sebagian contoh kebersamaan yang telah kami lalui.

Semakin hari persahabatan kami semakin erat. Semakin tak ingin berpisah satu sama lain. Semakin lama kami juga semakin memahami sifat dan kebiasaan masing-masing, yang baik maupun yang buruk. Tidak ada jaim-jaiman dan rahasia di antara kami. Bahkan Sukma dan Sidik yang awalnya kukira pendiam, ternyata mereka tidur aja nggak diam (?)..hahaha. Semuanya gokil, gila, dan asyik. Mereka teman-teman yang care. Susah dan senang kami lalui bersama. Setiap permasalahan yang datang terasa ringan karena kami selalu memikirkan solusinya bersama. Contohnya ketika air di balai desa mati selama berminggu-minggu :p

Mereka adalah Gerda, Sukma, Denis, Fannia, Fijar, Yanti, mbak Risty, mas Andy, dan Sidik. Mereka keluarga PCG71 ku.

 

member

Eits, kenapa tiba-tiba aku memanggil Risty dan Andy dengan mas-mbak?? Iya soalnya aku baru tahu kalau ternyata mereka angkatan 2009…hehehe (.__.)

Karakter yang berbeda-beda dari tiap member PCG71 menciptakan keindahan tersendiri dalam cerita persahabatan kami. Ini nih aku jabarkan karakter dan fakta dari member PCG71.

  1. Gerda. Si kordes yang super GJ, kordes ter-GJ di antara seluruh kordes di Sukowono…hahaha. Tapi dia mampu memimpin kelompok kami menuju jalan yang terang benderang (apa sih..). Pencetus keyword “kopi dek”.
  2. Sukma. Cowok yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya (SMP-SMA-kuliah) di Jl. Jawa ini awalnya tampak pendiam namun ternyata humoris dan teman ngobrol yang asyik 😀
  3. Fijar. Bisa dibilang dia ‘mood maker’ nya PCG71. Selalu menciptakan live music di posko dengan menyanyi sambil menggrenjreng gitar. Prinsip hidupnya adalah ‘Selama makanan itu tidak beracun pasti kumakan. Beracun pun kalo nggak ada lagi akan kumakan.’
  4. Denis. Punya suara ketawa yang bisa membuat orang lain jadi ketawa juga. Terlibat skandal dengan Fijar :p
  5. Sidik. Kepala koki di antara cowok-cowok PCG71. Selalu memperhatikan susunan kalimat dan EYD lawan bicaranya, dan langsung mengkritik jika salah -.-
  6. Mas Andy. Cowok PCG71 yang sifatnya (katanya sih) paling dewasa.
  7. Fannia. Ini nih Farah Quinn nya PCG71! Makasih ya fan…berkat dirimu gizi kami semua ketika berada di posko tercukupi  ^^
  8. Yanti. Kuberi dia julukan Miss Nasi karena dialah yang seringkali membagikan nasi ketika makan bersama. Selalu menyanyi everywhere and everytime 😀
  9. Mbak Risty. Satu-satunya anggota PCG71 yang sudah berkeluarga. Mbak yang kalem dan baik hati 🙂
  10. Vivi. Silakan dideskripsikan sendiri-sendiri ya… hahaha.

Berikut adalah kegiatan formal kami selama KKN, yaitu kegiatan yang merupakan bagian dari program KKN.

  • Mengajar TK

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Mengajar SD

 OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Mengajar MI

20140208_112620 20140208_112648 OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Bimbingan belajar SD (bertempat di balai desa)

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

 

 

  • Pengajian rutin tiap hari Jumat
OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Berhubung foto pas pengajian nggak ada, jadi foto pasca pengajian aja ya :p

  • Persuli (Pertemuan Seminggu Sekali)

Persuli merupakan acara rutin di mana mahasiswa KKN satu kecamatan berkumpul dan bertemu dengan DPL (Dosen Pembimbing Lapangan) untuk membicarakan progress, rencana kerja, dan hambatan-hambatan yang ditemui.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA IMG_20140216_123603

IMG_20140216_123808 OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

  • Membantu pembagian beras

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

  • Melatih+mendampingi lomba pantomim dan lomba menyanyi lagu nasional

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Penyuluhan Bahaya Narkoba dan Seks Bebas

Dilakukan di SMP 3 Sukowono dengan pemateri mbak Risty dan Fijar

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Penyuluhan TI

Dilakukan di SMP 3 Sukowono dengan pemateri Vivi :p

IMG_20140220_112218 IMG_20140220_112227 IMG_20140220_113023

  • Penyuluhan Manfaat Toga (Tanaman Obat Keluarga)

Dilakukan setelah pengajian Jumat dengan pemateri Fannia

OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Penyuluhan Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga)

Dilakukan di balai desa dengan semua anggota terlibat. Posdaya kami memproduksi selai pepaya dan nastar isi selai pepaya.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Demo pembuatan selai pepaya

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Lomba Futsal (di balai desa)

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Lomba Mewarnai (TK) dan Menggambar (SD)

OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Sedangkan kegiatan non formal yang kami lakukan adalah:

  • Masak dan makan bareng
20140223_000055

nastar pepaya

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

lagi masak apa fan?

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

ciiieee papi Sidik…

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

spaghetti 😀

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

suasana yang sangat kurindukan ^^

20140127_155426

menu wajib tiap hari: sambel

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

gurame asam manis ala chef Fannia! Sooooo yummy~~~

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

pizza (pocangan version) 😀

20140205_213843

healthy n yummy capcai! ^^

20140129_085433 OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA 20140214_200834

 

  • Main kartu

20140223_001522 OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

  • Main PES

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

  • Makan duren

            Thanks to Pak Kades yang selalu setia menyuplai duren ke markas PCG71 ^^

20140129_085417 20140206_173537

 

  • Kerja bakti

OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

  • Sesi pemotretan
OLYMPUS DIGITAL CAMERA

cover album :v

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

ini boyband apa ya?

 

  • Mencari ikan di sungai

OLYMPUS DIGITAL CAMERA OLYMPUS DIGITAL CAMERA

  • Jalan-jalan ke Bondowoso
OLYMPUS DIGITAL CAMERA

nge-somay @ alun alun Bws ^^

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

alun alun Bws 🙂

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

dapur cokelat ^^

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

chocolate everywhere~

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

rumah gerda

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Shisha ^^

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

Sebuah lagu yang bertajuk “Ingatlah Hari Ini” telah diciptakan oleh Fijar sebagai lagu tema PCG71. Lagu yang mengisahkan persahabatan kami. Lagu yang membuat kami merindukan satu sama lain setiap kali mendengarkannya.

 

“Ingatlah Hari Ini”

(Composed by Fijar, Vocal by Yanti & Fijar)

Ketika kita bersama melewati hari-hari
Bersama merangkai mimpi ini
Menyambut mentari pagi menggapai semua asa
Takkan terganti menutup hari
Bila kita tak bersama ingatlah hari ini
Mengukir crita indah di hati

Semua takkan terganti
Di mana kita berada
Hangat seperti ini
Saat semua terjadi
Mengukir cerita lalu
Ingatlah hari ini

Tegarlah tetap berdiri
Semua tak berakhir di sini
Tersenyum sambut esok pagi
Sampai kita bertemu lagi

Silahkan dengarkan lagunya di sini ❤

***

Maret telah menyapa, dan aku benci itu. Karena itu artinya tinggal beberapa hari lagi waktuku di sini. Di pagi hari tanggal 1 Maret 2014 kami mengunjungi TK Nurul Hidayah, SDN 01 Pocangan, MI Mikhrajul Ulum dan SMPN 03 Sukowono untuk berpamitan kepada guru-guru dan siswanya.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

TK Nurul Hidayah 🙂

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

SMP 3 Sukowono

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

MI Mikhrajul Ulum.

Vivi, Sidik dan cewek2 MI

 

Mendengar ucapan terima kasih yang tulus dari para guru dan kepala sekolah membuat suasana semakin haru. Teringat masa-masa ketika kami mengajar. Membimbing anak-anak TK yang masih super polos. Mengajar anak SD yang sangat nakal dan aktif. Mengajar komputer anak MI dengan penuh ketelatenan. Memberikan penyuluhan ke anak SMP. Semuanya sangat memorable dan takkan kami lalui lagi.

Terima kasih kembali, bapak dan ibu guru. Terima kasih siswa-siswiku. Terima kasih telah memberikan kami kesempatan mengamalkan sedikit ilmu kami. Terima kasih telah memperkenankan kami menjadi bagian dari kalian.

***

            Sebuah layar besar yang tengah memutar film tampak terpampang di pendopo balai desa Pocangan. Suara yang dihasilkan beberapa sound system di sisi kirinya memecah keheningan malam itu. Ratusan warga memadati balai desa, bersantai sambil menikmati film yang tengah disajikan. Yeyy…balai desaku ramai!

Malam itu tanggal 4 Maret 2014 merupakan malam perpisahan mahasiswa KKN dengan perangkat desa dan masyarakat desa Pocangan. Kami menggelar acara nobar (nonton bareng) di balai desa. Selain itu juga ada acara pembagian hadiah kepada para pemenang lomba mewarnai, menggambar, dan futsal.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

semacam layar tancep gitu yaaa :v

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

pemenang lomba menggambar 🙂

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

pemenang lomba futsal

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

watching movie…

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

orbs everyhwere!!

 

Malam yang indah. Malam di mana kami bisa berbaur dengan ratusan warga desa dan bersenang-senang bersama. Antusiasme yang mereka tunjukkan seolah membayar kerja keras yang telah kami lakukan demi terselenggaranya acara ini. Dalam acara ini pak kordes Gerda juga mewakili kami menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh warga desa atas sikap yang welcome dan segala bantuan yang telah diberikan kepada kami.

Inilah puncak acara dari seluruh rangkaian kegiatan KKN kami. Puncak kerja keras kami dalam mengabdikan diri kepada masyarakat Pocangan. Empat puluh lima hari berjalan dengan sangat cepat…

 

~TO BE CONTINUED~

Ingatlah Hari Ini

21 Januari – 6 Maret 2014. Empat puluh lima hari yang paling berkesan dalam hidupku. Empat puluh lima hari yang memberikanku banyak kenangan dan pelajaran berharga. Empat puluh lima hari di mana Tuhan mempertemukanku dengan mereka, sahabat-sahabat luar biasa yang kini menjadi keluarga kecilku.

Sudah cukup lama berlalu memang.. Tapi aku merasa cerita ini terlalu berharga untuk kusimpan sendiri. Akan kutuliskan di sini agar semua orang tahu, indahnya cerita yang telah kulalui ini 🙂

Semuanya berawal ketika pengumuman penempatan dan kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) diunggah di facebook. Dengan penuh rasa was-was aku mengecek file pengumuman itu, dan… “Kecamatan Sukowono Desa Pocangan.” Begitu yang tertulis di atas tabel di mana namaku berada.

Sukowono?  Pocangan? Ada ya di dunia ini tempat yang namanya kaya gitu? Aku bener-bener nggak tahu menahu di mana Sukowono dan Pocangan berada!

Kata “KKN” semakin terasa menyeramkan buatku ketika aku tahu bahwa desa Pocangan berada di perbatasan Bondowoso dan sangat jauh dari Jember kota. Desa pelosok, fasilitas minim, tempat tinggal nggak nyaman, jarang pulang… Pikiran-pikiran itu melintas dengan sendirinya dalam otakku dan membuatku semakin malas untuk melakukan KKN.

“Udah deh berdoa aja semoga tempatnya enak dan nyaman, biar kamu betah,” kata mama. Aku pikir bener juga sih.. Udah deh positive thinking aja dulu, belum tentu juga kan tempatnya nggak nyaman.

Tidak lama setelah pengumuan dirilis (kayak album aja dirilis), dunia facebook pun rame. Ya, semuanya pada rame ngumpulin temen-temen sekelompoknya buat kenalan dan koordinasi. Akupun mulai men-stalk satu persatu facebook teman sekelompokku. Mereka adalah:

  1. Risty Damayanti (ISIP/Sosiologi)
  2. Andy Kurniawan Firmansyah (Ekonomi/IESP)
  3. Sukma Juni Sisworo (Ekonomi/Manajemen)
  4. Fannia Inayati (Farmasi)
  5. Damayanti Ratnasari (Pertanian/Agroteknologi)
  6. Fijar Rizqi (Hukum)
  7. Akhmad Sidik (Sastra/Ilmu Sejarah)
  8. Denis Darmawan (Teknik/Teknik Elektro)
  9. Gerda Perkasa (Teknik/Teknik Sipil)

Setelah melakukan penstalkingan setidaknya aku bisa tahu wujud (?) mereka dan what kind of human they are.. hehehe. Oh iya kecuali Denis sih.. aku udah tahu dia duluan soalnya dia temen SMA ku.

Setelah saling kenalan dan tuker-tukeran nomor hape, akhirnya pada hari itu  (lupa tanggalnya) kami bersama seluruh mahasiswa KKN Kecamatan Sukowono mengadakan survey lokasi ke desa masing-masing. Aku berangkat ke LPM (Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat) bareng Fauzan temen kuliahku. Sesampainya di LPM aku melihat-lihat sekeliling, berusaha mencari sosok Denis di antara kerumunan mahasiswa KKN yang telah memadati LPM.

Akhirnya pandanganku terhenti pada seorang cowok bertubuh tambun berwajah familiar yang melambaikan tangan kepadaku. Itu Denis! Dia pun menghampiriku.

“Anak-anak yang lain mana?” tanyaku.

“Nggak tahu ya, kita tunggu aja dulu.”

Anyway, suatu keberuntungan bagiku bisa satu kelompok dengan teman SMA yaitu Denis. Meskipun semasa SMA kami nggak akrab tapi yah setidaknya…ada satu orang yang kenal lah. Hehe.

Beberapa saat kemudian anggota kelompokku lainnya berdatangan. Risty bersama suaminya dan Fannia bersama seorang cewek yang ternyata anggota kelompok lain. Untuk pertama kalinya kami saling bertegur sapa di dunia nyata (awalnya kan cuma di dunia maya). Hmm they’re all look nice! 🙂

Kami pun segera meluncur ke desa Pocangan sekitar pukul 10.00 WIJ (Waktu Indonesia Jember) ditemani gerimis kecil. Aku dibonceng Denis. Risty dan suaminya berada di depan memimpin perjalanan (soalnya mereka yang tahu Pocangan), sedangkan Fannia di belakang kami. Tidak lama setelah kami berangkat, Denis menghentikan motornya di tepi jalan tepat di depan seorang cowok yang tengah berdiri. Cowok itu menyerahkan sebuah map kepada Denis. Dia mengamatiku dan berbisik kepada Denis, “Siapa ini?”

Oke, saatnya berkenalan. Aku membuka kaca helm dan…

“Vivi,” ucapku ramah seraya menyodorkan tangan.

“Gerda,” jawab cowok itu sambil tersenyum lebar. Kami bersalaman.

Oh ternyata dia Gerda, kordes (koordinator desa) kami. Dia nggak bisa ikut survey jadi cuma menitipkan surat penugasan KKN ke Denis.

Perjalanan pun berlanjut. Lama…lama…dan…semakin lama. Hmmm jauh juga Pocangan ini. Tapi aku menikmati perjalanan sih. Sepanjang perjalanan kami banyak melewati sawah dan pepohonan. Makin jauh makin terasa nuansa desanya. Buat yang penasaran, nih aku kasih penampakan jalan menuju desa Pocangan.

 

20140120_101433

 

By the way, ternyata anggota gerombolan kami bertambah tanpa kusadari. Kalau awalnya cuma aku, Denis, Risty, dan Fania, sekarang ada ada dua cowok lagi. Yang satu bermotor Mega Pro dan satunya Honda Beat merah. Hmmm siapa ya mereka?

Lama kemudian, setelah melalui perjalanan panjang yang berkelok-kelok, mendaki gunung, lewati lembah dan sebrangi lautan, akhirnya kami mendarat di suatu balai desa yang tampak bersih dan cukup luas. Aku turun dari motor dan mengedarkan pandangan. Oh, jadi ini balai desa Pocangan… Selayaknya balai desa pada umumnya sih.

 

20140120_104551

 

Kami menghampiri dua orang pria yang sedang duduk-duduk santai di tengah pendopo. Tampaknya mereka adalah perangkat desa.,,dan ternyata memang benar. Kami berjabat tangan dan mulai mengobrol, menyampaikan maksud kedatangan kami. Bapak-bapak perangkat desa itu tampak baik dan ramah. Tapi tunggu dulu, sepertinya ada yang aneh dengan logat bicara mereka. Logat yang aneh namun cukup familiar buatku. Yap, Madura!

Desa Pocangan yang berbatasan langsung dengan Bondowoso, tentu saja seluruh penduduknya adalah suku Madura. Ah nggak papa, selama mereka masih bisa bahasa manusia normal (bahasa Indonesia), it’s okay!

Kami meneguk minuman yang disuguhkan. Kemudian aku teringat akan dua cowok asing yang mengendarai Mega Pro dan Honda Beat tadi. Mereka kini duduk di dekatku.

“Kenalan dong… Vivi,” ucapku ramah pada cowok bertubuh tinggi kurus si pengemudi Mega Pro seraya menyodorkan tangan.

Cowok itu buru-buru menuntaskan minumnya lalu menjabat tanganku. “Fijar.”

Perkenalan kulanjutkan ke cowok satunya. Ternyata dia bernama Andy.

Tak lama kemudian Pak Kades datang dengan mobilnya. Seorang pria yang mungkin berusia sekitar 55 tahun, dengan tubuh gemuk dan agak pendek, dan rambut yang mulai dipenuhi uban. Beliau menyambut kami dengan ramah. Kami pun bercengkerama sembari menunggu teman kami, Fannia dan Yanti yang masih berada di kantor kecamatan.

Emang sih tadi ada beberapa yang mampir kecamatan dulu, ada juga yang langsung ke desa. Aku, Denis, Risty, Fijar, dan Andy memilih untuk langsung ke desa…sedangkan Fannia yang di tengah perjalanan terpisah dengan kami singgah di kecamatan dulu. Kemudian Yanti langsung menyusul Fannia di kecamatan karena dia datang terlambat.

Satu jam kemudian Fannia dan Yanti baru tiba di balai desa Pocangan. Wajarlah untuk seorang cewek yang harus mencari-cari alamat sendiri, apalagi jalanan di desa lebih ‘membingungkan’ daripada jalanan kota. Aku berkenalan dengan Yanti, seorang cewek bertubuh pendek dan berjilbab. Itu artinya keempat cewek di sini semuanya berjilbab 🙂

Hanya ada 7 orang yang ikut survey pada hari itu yaitu aku, Fannia, Yanti, Risty, Denis, Fijar, dan Andy. Dan entah mengapa…aku langsung bisa akrab dengan mereka, apalagi cewek-ceweknya. Mereka semua tampak baik dan welcome, nggak ada yang judes atau semacamnya. Alhamdulillah, semoga ini pertanda baik.

Setelah dirasa cukup ramah tamahnya, kami meminta izin untuk melihat-lihat kondisi balai desa. Tempat yang akan menjadi rumah kami selama 45 hari ke depan tentunya perlu kami tinjau dulu.

Di sekitar pendopo ada banyak ruangan. Ruangan-ruangan sebelah kiri digunakan untuk ruang kerja perangkat desa, sedangkan yang sebelah kanan tidak dipakai. Pak Kades dan para perangkat desa mempersilahkan kami untuk menempati ruangan-ruangan sebelah kanan itu. Total ada 4 ruangan luas yang bisa kami tempati.

Aku mengamati satu per satu ruangan-ruangan itu, mengintip dari balik kaca jendela. Nothing special sih, cuma ruangan kosong berubin putih. Tapi cukup luas memang.

Tak lupa kami juga mengecek kamar mandi, tempat yang kedengarannya sepele namun sebenarnya menjadi prioritas penting ketika kita memilih tempat tinggal. Di sana hanya ada satu kamar mandi, dan ternyata kondisinya lumayan kok. Luas dan cukup bersih. Airnya juga lancar. Yah setidaknya aku bisa mandi dengan tenang.

Suasana desa Pocangan terasa tenang dan damai. Tenang? Mungkin ‘krik krik’ lebih tepatnya. Udaranya sejuk. Sesekali di depan balai desa lewatlah penduduk desa yang membawa tumpukan jerami atau tumpukan ranting kayu. Bapak-bapak tua yang mengayuh sepeda onthel. Segerombolan anak sekolah yang berjalan bersama dengan riang. Anak-anak kecil yang bermain bola. Mereka semua ada di sana, di sekitar balai desa Pocangan. Ya, ini benar-benar “desa”, tempat yang belum pernah kutinggali seumur hidupku apalagi selama satu setengah bulan.

Aku mulai berpikir, mampukah aku hidup disini? Tempat asing, suasana asing, jauh dari pertokoan, jauh dari ATM… Aku merasa pesimis tapi hanya bisa pasrah. Semoga KKN-ku menyenangkan. Semoga aku betah hidup di desa yang jauh dari peradaban ini.

***

            Hari itu Minggu sore sekitar pukul 16.00, Fannia menjemputku di kost. Kelompok kami akan berkumpul di double way UNEJ untuk membicarakan pembagian barang bawaan. Berhubung waktu survey kemarin nggak semuanya datang jadi kami memutuskan untuk bertemu pada hari itu.

Sesampainya di TKP kulihat sudah ada beberapa anak yang berkumpul. Mereka duduk melingkar di trotoar double way UNEJ. Mereka adalah Risty, Gerda, dan dua orang cowok yang entah siapa. Aku dan Fania segera bergabung kemudian menyalami mereka satu per satu, termasuk dua cowok unknown itu. Ternyata mereka adalah Sukma dan Sidik.

Awkward? Biasa aja sih. Nggak tahu kenapa ya, rasanya aku udah ‘klik’ sama mereka. Nggak ada malu-malu atau canggung atau semacamnya. Mungkin sifat supelku ini yang membuatku jadi cepat nyaman sama mereka, teman-teman baru yang sangat welcome. Ditambah lagi sikap pak kordes Gerda yang grapyak dan GJ semakin mencairkan suasana. Kami mulai bisa akrab satu sama lain, bahkan bercanda-bercanda ga jelas seakan sudah lama kenal. Semuanya rame dan ceria kecuali dua orang, Sidik dan Sukma. Kalau Sukma sih masih mending ya, yang parah itu Sidik. Dia diem aja gitu di pojokan, nyaris tak berekspresi. Hmmm sepertinya mereka adalah cowok yang pendiam…

Tidak lama kemudian datanglah si Yanti yang berlari ke arah kami, dengan nyawa yang masih belum penuh lantaran baru bangun tidur. Jadi ada 7 orang yang datang pada hari itu.

Dari hasil musyawarah aku kebagian membawa magic com, ember, baskom, keset, penggantung baju. Itu belum termasuk barang pribadi kayak kasur, laptop, peralatan makan, dan lain-lain. It’s okay.

Kami juga memutuskan untuk tidak tinggal di balai desa, tapi mencari kontrakan. Mencari rumah warga yang bisa disewakan gitu, biasanya ada kok. Tujuannya biar kami lebih nyaman aja, kalau di balai desa kan nggak bebas dan kondisi juga seadanya.

Keesokan paginya yaitu tepat H-1 penerjunan KKN, kami berkumpul lagi di tempat yang sama. Kali ini dengan membawa barang bawaan masing-masing, terutama barang yang besar-besar. Yap, kami siap pindahan! Semua barang diangkut dengan motor Tossa hasil sewaan suami Risty.

Kami pun bergegas meluncur ke Pocangan bersama si Tossa. Kali ini pemboncengku adalah Sukma.

Setibanya di balai desa, kami mendapati beberapa perangkat desa sedang mengecat tembok ruangan yang awalnya akan kami tempati. Ya, empat ruangan besar itu, mereka sedang mengecatnya. OMG.

Imbasnya apa? Tentu saja kami batal mencari kontrakan karena sangat tidak etis untuk menyia-nyiakan apa yang telah dipersiapkan tuan rumah, terlebih lagi ini di desa.

Selanjutnya kami mulai bersih-bersih dan menata barang-barang. Kami harus membuat calon ‘rumah’ kami ini senyaman mungkin. Inilah penampakan kamarku (kamar cewek) setelah ditata sedemikian rupa.

20140122_072557

Akhirnya posko kami (posko kelompok 71) pun siap huni! 🙂

***

            It’s the day. Hari penerjunan KKN gelombang I tahun ajaran 2013/2014.  21 Januari 2014. Hari di mana aku akan mulai menjadi gadis desa. Jauh dari rumah, jauh dari kost, jauh dari keluarga, jauh dari teman-teman kuliah, jauh dari semuanya. Berbagai pikiran ada di benakku saat itu. Aku sendiri nggak yakin apakah aku bisa melalui 45 hari ke depan dengan lancar. Apakah aku bisa betah. Aku hanya bisa berdoa mengharapkan yang terbaik, semoga desa Pocangan dan teman-teman kelompok 71 akan bersahabat denganku.

            Setelah selesai bersiap-siap aku keluar kamar dan menguncinya. Ada perasaan semacam, ‘Oh kamarku, aku tidak akan menempatimu selama satu setengah bulan ke depan. Aku tidak tahu apa aku akan merindukanmu.’  Kemudian aku keluar menghampiri Sukma yang sudah menungguku. Kami bergegas ke lapangan PKM UNEJ untuk menghadiri upacara penerjunan. Tinggal beberapa menit waktu yang tersisa.

Selama upacara berlangsung, entah apa yang kupikirkan. Pesimis, was-was, ragu, malas, semua bercampur menjadi satu. Aku masih nggak percaya hari ini akhirnya datang. KKN, mata kuliah wajib di universitasku yang sejak awal sangat tidak kusukai, akhirnya harus kulalui juga mulai hari ini.

Seusai upacara, kami berjalan bersama menuju parkiran. Saat itulah aku banyak berpapasan dengan teman-teman kuliahku. Mereka semua sama, batinku. Mereka juga akan merasakan brand new life sama seperti aku. Aku pasti akan merindukan mereka.

“Vi, jangan lupa loh ya bikin posdaya dance!” Begitu  canda Pras, teman yang memang sangat memahami naluri Kpop ku. Hahaha, ada-ada aja anak ini. Tapi boleh juga sih idenya :p

Pasukan 71 segera meluncur meninggalkan Jember setelah semua anggota terkumpul. Aku bersama Fannia, Yanti, Risty, Gerda, Sukma, Fijar, Denis, Sidik, dan Andy kali ini singgah di kantor kecamatan Sukowono terlebih dahulu untuk menghadiri acara penerjunan. Intinya dalam acara ini Pak Camat dan Bu DPL (Dosen Pembimbing Lapangan) melepaskan kami untuk mengabdikan diri sepenuhnya pada masyarakat Kecamatan Sukowono.

Seusai acara penerjunan yang membosankan kami berangkat ke desa masing-masing. Ada 5 desa yang menjadi lokasi KKN di Kecamatan Sukowono, yaitu desa Pocangan, Sukokerto, Sukosari, Baletbaru, dan Mojogemi. For your information, desa Pocangan merupakan desa yang paling jauh dan paling ujung jika dibandingkan dengan desa-desa yang lain. Makanya banyak yang menjulukinya ‘desa di atas awan’.

Setibanya di balai desa Pocangan ada kegiatan lain yang telah menunggu kami yaitu serah terima mahasiswa KKN. Dalam acara ini Pak Kades memberikan petuahnya seputar KKN. Kami juga saling memperkenalkan diri dengan seluruh perangkat desa.

Penerjunan di kecamatan udah, serah terima di desa juga udah. Itu artinya seluruh kegiatan formal hari ini telah berakhir. Waktu yang tersisa kami gunakan untuk menata barang-barang (lagi), karena kemarin belum semuanya yang tertata.

Desa Pocangan, tempat yang awalnya tidak pernah kutahu keberadaannya, kini akan menjadi tempat tinggalku. Tempat tinggal kami bersepuluh. Mulai hari ini kelompok 71 akan hidup bersama sebagai keluarga, menjalankan tugas-tugas yang telah dibebankan oleh kampus kepada kami. Bismillah, kami akan mengabdi kepada masyarakat desa Pocangan mulai hari ini. Dan dari sinilah segala cerita itu dimulai 🙂

 

~TO BE CONTINUED~

Aku dan Jilbabku

Mengenakan jilbab itu wajib hukumnya bagi setiap wanita muslimah yang sudah baligh. Islam menetapkan hal ini bukan tanpa alasan. Dengan jilbab, wanita bisa lebih menjaga kemuliaan serta kehormatannya. Allah SWT memerintahkan hal ini sebenarnya adalah demi menjaga dan melindungi wanita itu sendiri.

Hingga lulus SMP, aku masih belum berjilbab. Mungkin karena hatiku belum ‘tergerak’ untuk melakukan itu. Namun perubahan mulai terjadi ketika aku masuk SMA, di mana SMA-ku mewajibkan seluruh siswinya untuk berjilbab ketika pelajaran Agama.

“ Seragam kamu ntar sekalian yang panjang semua aja ya, biar nggak perlu ngejahitin dua kali,” kata mama. Aku sih langsung nurut aja. Toh nggak ada salahnya juga berjilbab ke sekolah setiap hari.

Maka sepanjang hari-hariku sebagai anak SMA, jadilah aku memakai jilbab ketika di sekolah, tapi nggak berjilbab ketika di luar sekolah. Hehehehe. Waktu les, main sama temen-temen atau keluar ke mana aja pokoknya yang bukan ke sekolah, aku nggak berjilbab.

Nggak ada perasaan sungkan atau risih di hatiku saat itu. Aku fine-fine aja melakukannya. Pikirku, toh meskipun aku keluar kemana-mana nggak berjilbab, bajuku tetep sopan kan, nggak buka-bukaan. Lagian bukan hanya aku, temen-temenku juga banyak yang kayak gitu, dan mereka menganggapnya sebagai hal yang normal. So, aku lanjut aja dengan kebiasaan ini.

Menginjak pertengahan kelas XII, aku dan teman-temanku berencana untuk mengadakan piknik ke Pantai Papuma, Jember. Pantai ini memang punya pesona tersendiri, dengan pasir putih dan pemandangan indahnya yang menakjubkan. Kami berencana untuk melepas penat di sana, dengan mengadakan piknik kecil-kecilan.

Sehari sebelum pelaksanaan piknik, seluruh personil berkumpul di rumahku buat merencanakan segala tetek-bengeknya. Mulai dari siapa bonceng siapa, siapa yang bawa tikar, siapa yang bawa nasi, lauk, dan sebagainya, semua diatur pada saat itu.

Berhubung ‘rapat’ ini bukan acara sekolah, ya jelas lah aku nggak berjilbab. Apalagi lokasinya di rumahku sendiri.

Di akhir acara, Ilham, salah satu temenku nyeletuk, “Kok kamu nggak pake jilbab, Vi?”

Aku agak tersentak dengan pertanyaannya. “Hehehe…ya nggak papa…males aja kalo di rumah…”

“Trus besok waktu ke Papuma?”

“Ya jilbaban…”

“Hah? Kok aneh sih? Nggak jelas kamu nih. Sekarang nggak jilbaban, besoknya jilbaban…”

Komentar terakhir Ilham itu hanya kubalas dengan tawa garing.

Emang sih, di beberapa acara main, kadang aku pake jilbab juga. Apalagi kalo tempatnya jauh kayak ke Papuma. Jadi ya bisa dibilang….pake jilbab berdasarkan mood serta situasi dan kondisi gitu deehh… -___-

Setelah mendapat sentilan yang lumayan nyelekit dari Ilham itu, aku langsung mikir. Mikir pake banget. Ternyata kalo seorang cewek jilbabannya nggak konsisten (sekarang jilbaban besok enggak, jilbabannya tergantung mood), bikin orang-orang ilfil ya, terutama cowok. Wajar aja sih. Cewek yang kayak gitu berarti mempermainkan arti dari jilbab itu sendiri. Dan siapapun pasti akan memberikan penilaian negatif ke kita.

Semenjak saat itu, aku mulai memberanikan diri untuk berjilbab ke mana-mana. Ke tempat les, ke rumah teman, dan sebagainya. Ternyata rasanya not bad. Berjilbab enak juga kok.

Berbekal pengetahuan agama yang kumiliki, dan diperkuat dengan isi ceramah guru Agama-ku, Alm. Bapak Yasin, yang selalu menekankan kewajiban seorang muslimah untuk berjilbab, aku semakin mengukuhkan diri dengan jilbabku ini. Aku bertekad untuk berjilbab sampai akhir hayatku, demi menjalankan perintah-Nya.

Alhamdulillah hingga kini, hingga aku menjadi mahasiswa tingkat akhir seperti sekarang ini, aku masih keukeuh dengan jilbabku. Malah aku semakin mantap dengan pilihanku untuk berjilbab. Jilbab bukan hanya sebagai ‘identitas’ kaum muslimah. Lebih dari itu, jilbab bisa menjaga kemuliaan dan martabat seorang wanita, serta menjauhkannya dari fitnah.

Beberapa orang sering berpendapat, “Berjilbab itu nggak perlu dipaksain. Nunggu kalo kita udah bener-bener siap aja, nunggu kalo iman kita udah sempurna, baru kita mengenakan jilbab. Yang penting kan hati dulu yang di-jilbab-in. Daripada dipaksain berjilbab tapi kelakuan masih buruk, kan malah nggak baik juga.”

Nah, apa pendapat kalian tentang statement di atas?

Kalau menurutku sih, statement tersebut jelas salah! Jilbab itu WAJIB hukumnya bagi setiap wanita muslimah yang sudah baligh, tanpa memandang apakah dia baik akhlaknya, apakah dia rajin shalatnya, apakah dia jujur atau tidak, dan sebagainya. Ketika kita berjilbab, maka perlahan demi perlahan kelakuan dan akhlak kita akan ‘mengikuti’ jilbab tersebut. Akhlak kita akan berangsur-angsur membaik setelah jilbab membalut seluruh tubuh kita, insya Allah. Sebagai contoh, ketika seorang wanita berjilbab hendak melakukan perbuatan tercela seperti mencuri atau meninggalkan shalat, misalnya, maka ia pasti akan berpikir dua kali. Layakkah seorang wanita berjilbab melakukan hal seburuk itu? Tidak malukah ia terhadap jilbab yang menutupi tubuhnya?

Analoginya begini, seorang anak kecil laki-laki yang sering mengenakan seragam tentara, maka ia akan menjadi pribadi yang tegas dan keras. Sebaliknya, jika ia sering mengenakan baju perempuan, maka ia akan bersikap lemah lembut layaknya seorang perempuan. Apa yang kita kenakan berpengaruh terhadap kepribadian kita.

Jadi, buat kamu-kamu yang belum berjilbab dan masih galau untuk berjilbab…udah nggak usah kebanyakan mikir, langsung pake aja! Nggak perlu menunggu siap. Nggak perlu menunggu akhlak kamu sempurna. Insya Allah dengan berjilbab, akhlak kamu akan tersempurnakan.

Kalau kita hanya ‘menunggu’ sampai siap, ya nggak akan pernah siap sampai kapanpun. Lagian nggak ada yang bisa menebak umur seseorang, kan?

Sekali lagi yang perlu kugarisbawahi adalah: berjilbab itu wajib, bukan sunnah. Meninggalkan sesuatu yang wajib berarti dosa kan? Nggak berjilbab sama aja kayak nggak solat, nggak puasa, nggak zakat. Dosa besar.

Bukannya aku bermaksud menggurui ya…hehehehe. Aku cuma ingin berbagi pengalaman aja, sambil sharing pengetahuanku tentang jilbab, agar hati teman-teman tercerahkan dan syukur-syukur kalau bisa membuat kalian (para cewek) yang awalnya nggak berjilbab jadi berjilbab 🙂

Aku harap tulisanku ini bisa bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, dan semoga kita semua selalu dalam rahmat dan lindungan Allah. Amin…

I GOT A BOY

“Masih inget aku nggak?? 🙂 ”

Kira-kira begitu bunyi pesan yang kudapatkan di Facebook-ku, dengan sedikit aksen alay yang telah diterjemahkan ke bahasa normal. Pengirimnya Vikar, teman SMPku. Nama Facebook-nya pada saat itu Vickz Neko Ryuichi Itou (tuh kan…alay -__-“).

Semenjak lulus SMP aku nggak pernah ketemu dia. SMA-nya juga nggak satu sekolah sama aku. Jadi aku agak bertanya-tanya, buat apa makhluk dari masa lalu ini menghubungiku.

“Inget donk. Kenapa?” balasku.

Beberapa jam kemudian dia membalas lagi.

“Aku boleh minta nomer HP kamu nggak? Aku mau ngumpulin nomernya anak-anak SMP nih :)”

‘Ngumpulin nomernya anak-anak SMP.’ Yeah, sebuah alibi yang sempurna untuk pedekate. Aku yang innocent pun langsung memberikan nomor HPku padanya, dengan pikiran, ‘Oh, mungkin anak ini mau mengkoordinasi reuni atau sejenisnya.’

Setelah prosesi tukar-menukar nomor HP berakhir, maka sudah dapat ditebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Yeah, SMSan. Kadang juga telpon-telponan. Dia juga jadi rajin ngomment-ngomment status Facebook-ku.

Tiap hari aku dibikin blushing oleh SMS-SMSnya yang memberiku perhatian setiap saat, setiap jam, bahkan setiap menit. Waktu itu aku masih maba (mahasiswa baru) dan lagi sibuk-sibuknya menjalani PK2 (Pengenalan Kehidupan Kampus). Ospek, adaptasi di lingkungan baru, teman-teman baru, semua itu jadi terasa ringan karena aku selalu terhibur oleh kehadirannya yang memperhatikanku setiap saat.

Hari demi hari, kami semakin dekat. Hingga pada suatu hari dalam obrolan di telepon…

“Aku Lebaran ntar pulang loh. Kita ketemuan yuk!”

Waktu itu memang dia berdomisili di Jakarta. Kuliahnya di UI, di jurusan yang sama denganku, Sistem Informasi.

“Mmm boleh,” jawabku.

“Oh iya, kamu kan Sistem Informasi juga ya, sama kayak aku. Ntar aku ajarin basic-basicnya deh.”

Well, dia emang lulusan salah satu SMK IT paling bagus di Malang. Akupun mengiyakan tawarannya. Lumayanlah les gratis, pikirku 🙂

~~

Hari yang dinanti pun akhirnya tiba. Waktu itu tahun 2010, di hari-hari pasca lebaran. Setelah silaturrahim ke rumahku, kami makan siang bersama di salah satu rumah makan.

Seperti yang telah dijanjikan, dia mengajariku beberapa konsep basic dari Sistem Informasi. Di situlah aku mulai diperkenalkan sama yang namanya tipe data dan teman-temannya. Semenjak saat itu aku sadar, he’s really smart!

Keesokan harinya, kami masih melanjutkan acara hang out (atau kencan ya?) ke beberapa tempat di Lumajang, termasuk mengunjungi salah seorang teman lama kami.

Hingga akhirnya tibalah waktuku untuk kembali ke Jember.

“Aku anterin kamu ke Jember ya?” tawarnya.

“Nggak usah, udah biasa naik bus sendirian kok.”

“Kalo gitu aku anterin ke terminal deh, gimana?”

Karena dia terus ‘memaksa’ untuk mengantarku, akhirnya aku minta ijin ke mama. Ternyata mama nggak mengijinkan aku untuk naek motor ke Jember.

”Lebih aman naek bus aja deh. Kamu kan capek, seharian habis main gitu,” kata mama. Ya udah deh akhirnya aku nurut. Vikar cuma nganterin aku sampe ke terminal.

Namun, di perjalanan menuju terminal…

“Aku anterin kamu sampe ke Jember deh ya?”

“Hah?” ujarku agak terkejut. Bukannya tadi perjanjiannya cuma nganter sampe terminal? “Tapi kan aku nggak dibolehin sa…”

“Aku temenin kamu naik bus.”

Pernyataan keduanya itu semakin membuatku tersentak.

Singkat cerita akhirnya kami naik bus berdua…

Selama di perjalanan aku nggak terlalu banyak ngomong. Aku lebih konsen sama musik yang nyantol di earphone di telingaku, dan sama badanku yang, sumpah capek banget…

“Kamu capek, ya?”

Ini cowok kayaknya bisa baca pikiranku deh.

“Iya.. Mmm, kamu nggak capek?’

“Nggak terlalu sih. Udah biasa jauh lebih capek daripada ini, pas kerja…”

Menit-menit berikutnya kami lebih banyak diam. Bus terus melaju kencang dan sesekali harus meliuk-liuk mengikuti bentuk jalan. Panas, pengap, hiruk-pikuk, semuanya menyatu dalam bus yang padat penumpang itu.

Aku sedang menikmati pemandangan di luar jendela ketika kurasakan sesuatu yang hangat menggenggam tanganku.

Tangannya!

“Udah kamu tidur aja. Aku jagain kok,” ujarnya sambil tersenyum.

Aku membalas senyumnya.

Hmmm kalo di drama Korea, pasti scene ini pake background music Someday-nya IU. Hihihihihii…

~~

“Nih, minumnya,” ujarku seraya menyerahkan sebuah teko berisi air putih lengkap dengan gelasnya.

Kami sedang duduk-duduk di teras kosannya kakakku. Waktu itu aku emang belum dapat kost, jadi mengampung sementara di kostnya kakakku yang kebetulan juga kuliah di Jember.

“Makasih, ya.”

Aku tersenyum. Vikar lalu menuangkan air ke dalam gelas dan meneguknya perlahan.

“Makasih ya, udah nemenin aku sampe ke Jember…”

“Iya, nyantai aja, nggak papa kok.”

“Kamu kapan balik ke Jakarta?”

“Lusa.”

Suasana hening sesaat.

“Bulan depan mungkin aku pulang lagi, ambil cuti gitu deh. Ntar kita ketemuan lagi ya :)”

“Oke :)”

Pembicaraan berlanjut dengan bercerita kehidupan kami masing-masing. Pekerjaan dan kuliahnya di Jakarta, juga prosesku sampai bisa kuliah di Jember. Tidak lupa sedikit mengenang masa-masa SMP dulu.

Dari situ aku mulai merasa nyaman sama Vikar. Dia orangnya asik, friendly, humoris, dan…smart.

“Ya udah aku pulang dulu ya, udah makin gelap nih,” ujarnya tak lama kemudian.

“Oh..oke.”

Kami beranjak dan berjalan beriringan ke halaman kost kakakku.

Tiba-tiba langkahnya terhenti. Lalu kami berdiri berhadapan.

Once again, dia menggenggam tanganku!

“Kamu ati-ati ya di sini..”

“Eh? Mmm…oke…hehehehe,” jawabku agak canggung sambil melepaskan genggamannya.

Ini cowok ngapain sih pegang-pegang tanganku lagi? Mau bikin adegan romantis ala sinetron, gitu? Maghrib-mabhrib gini lagi! Kalo dilihat orang gimana? Kalo dilihat kakakku juga gimana?

Huft, ada-ada aja nih cowok.

~~

Hari-haripun berlalu. Aku menjalani rutinitasku sebagai mahasiswa baru. Hmm, nggak terasa aku sudah duduk di bangku kuliah sekarang. Aku juga sudah menetap di kost baruku. Lokasinya hanya berjeda dua rumah dari kost kakakku.

Dan tentu saja, aku semakin dekat dengan Vikar. Dia masih aktif kuliah sambil kerja di Jakarta. Meskipun kami jauh, tapi kami selalu melakukan komunikasi intens melalui SMS dan telepon. Beberapa waktu yang lalu kami juga sempat ketemuan lagi di Lumajang.

Semakin hari aku semakin merasa nyaman dengannya. Selain orangnya baik dan menyenangkan, aku juga suka caranya memperhatikanku.

Hingga pada suatu hari, sebuah SMS aneh dari Vikar mendarat di HPku.

“Iya, Vickz juga sayang sama Lia kok… 🙂 ”

Vickz? Bukannya itu username-nya Vikar di Facebook, ya?

Lia? Siapa itu Lia?

“Maksudnya?” balasku.

Seketika itu juga pikiranku langsung ke mana-mana. Ini jelas Vikar yang salah ngirim SMS ke aku, dan harusnya buat si…Lia. Mungkinkah Lia itu pacarnya Vikar? Tapi Vikar bilang dia nggak punya pacar? Apa dia bohong?

Tapi kekhawatiran dan kecurigaan itu nggak berlangsung lama. Buat apa aku curiga? Buat apa aku marah? Buat apa aku jealous? Vikar kan cuma temenku. Dan aku nggak ada rasa sayang ke dia. I just feeling comfortable with him, I don’t love him.

Beberapa jam kemudian, HPku berdering. Vikar.

“Assalamu’alaikum?”

“Wa’alaikumsalam. Eh Vi, itu…SMSku…sebenernya…temenku yang ngirimin, bukan aku. Jadi dia pinjem hapeku, trus dia ngebuka folder SMS yang udah lama-lama gitu. Eh, dia nggak sengaja ngirim salah satu SMS ke kamu….,” paparnya, panik.

Suasana hening beberapa detik.

“Oh, jadi itu temenmu yang salah ngirim SMS, bukan kamu?”

“Iya…bukan aku! Sumpah bukan aku! Kamu percaya kan? Kamu nggak marah kan?”

“Haha, iya…nggak papa kok. Sapa yang marah coba,” jawabku tenang.

“Beneran? Beneran kamu nggak marah?”

Setelah meyakinkannya bahwa aku nggak marah dan aku baik-baik saja akan hal ini, dia menjelaskan bahwa Lia itu adalah mantannya.

Ouw…

~~

Malamnya, Vikar menelepon lagi.

“Iya, ada apa?”

“Aku…aku habis kecelakaan.”

“HAH?! Kecelakaan?? Di mana?? Kok bisa sih?? Aduuhh…,” aku mendadak panik. Pantesan suaranya Vikar kayak lemes gitu, nggak bersemangat kayak biasanya. Ternyata dia habis kecelakaan. Tapi…kapan?? Di mana?? Kok bisa??

“Iya, jadi aku tadi tuh nggak konsen nyetirnya, Trus motorku nabrak…”

“Trus kamu luka-luka?? Parah nggak?? Ini kamu lagi di mana??”

“Ya…lumayan. Ini aku lagi di rumah sakit. Tulang kakiku retak, ini lagi di-gips…”

APPAAAHH??? Di-gips??

Langsung terbayang olehku sebuah balutan putih tebal yang sering muncul di sinetron kalo tokohnya lagi dirawat di rumah sakit.

“Kok sampe di-gips…?? Berarti…parah ya??”

“Engga kok, ngga papa. Kan aku udah dirawat di sini. Entar juga sembuh. Hehehe.”

Aduh, ni anak masih sempet-sempetnya ketawa lagi, dalam kondisi sakit kayak gitu.

Mataku mulai berkaca-kaca. Nggak tau kenapa rasanya aku khawatir banget sama temen lamaku ini. Ingin rasanya berada di sana untuk menemani dia. Nggak tega rasanya nyebayangin dia luka-luka gitu…

“Kamu…kenapa bisa nabrak sih?”

Dia terdiam sejenak, lalu jawabnya, “Aku kepikiran kamu.”

“HAH?! Ngapain kepikiran aku coba??”

Enggak enggak, maksudnya gini, kok kepikiran aku bikin kamu kecelakaan sih? Emang aku semacam pembawa sial gitu?

“Aku kepikiran masalah yang tadi…aku takut kamu marah. Aku…”

Ya ampun, anak ini…bener-bener dah!

“Aku takut kamu nggak percaya kalo yang ngirim SMS itu tuh bukan aku. Aku takut kamu jadinya ilfil sama aku, trus kamu nggak ngebolehin aku buat deket sama kamu lagi.”

“Vikaaaar…aku kan udah bilang kalo aku baik-baik aja, aku nggak marah! Nggak jealous! Aku bahkan udah ngelupain masalah yang tadi. Kamu kenapa sampe kepikiran banget gitu sih?? Jadinya kan malah kecelakaan gini…,” suaraku melemah karena tenggorokanku tercekat. Mataku memanas. Yeah, aku rasa aku mau nangis!

Tapi aku nggak boleh nangis sekarang, nggak boleh… Itu akan semakin membuatnya sedih dan kepikiran,dan…malu juga kali, nangis di depan cowok yang bukan siapa-siapa kita. Hehehe.

“Iya, aku minta maaf. Aku emang orangnya gini, pemikir banget. Kalo lagi punya masalah yang berat, yang bikin aku sedih, aku bakal mikirinnya terus-terusan. Sampe akhirnya…kecelakaan gini.”

Oh no! Air mataku jatuh! Tissu mana tissu…

“Maaf, ya…”

Aku masih sibuk menata nafas dan suaraku agar tidak terdengar bahwa sedang menangis.

“Iya…,” jawabku lirih.

Siapa sangka, seorang cowok bisa mengalami kecelakaan hanya gara-gara memendam perasaan bersalah yang amat besar. Dan orang yang membuatnya merasa seperti itu adalah aku!

Setelah itu kami mengobrolkan beberapa hal tentang kehidupan sehari-hari seperti biasanya. Suara Vikar sudah terdengar lebih bersemangat daripada awal menelepon tadi. Aku tak henti-henti menanyakan keadaannya, dan memberinya semangat agar cepat sembuh.

“Aku boleh nanya sesuatu ke kamu nggak?”

“Apa?”

Suasana hening sesaat.

“Would you be my girl?”

JEDIAAAAARRRR!!!! Mendengar kalimat barusan rasanya kayak disambar petir. DIA NEMBAK AKU!! Ya, benar, dia nembak aku!!

Aku speechless. Nggak tau mau ngomong apa. Bagaimana bisa, seseorang yang telah mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit karena luka-luka parah, NEMBAK GEBETANNYA?? Lewat telepon pula.

“Mmmmm…”

“Gimana?”

“Aku…aku…”

“Cuma jawab ya, atau nggak.”

Mampus deh guwehh!! Aku bener-bener nggak bisa menghindar dari situasi ini. Dia minta jawaban sekarang juga!

Lain halnya dengan kejadian beberapa minggu lalu, saat dia menembakku untuk pertama kalinya (iyaa…jadi ini ceritanya penembakan kedua, hehehehehehe). Waktu itu aku merasa belum terlalu mengenal dia, dan belum ada rasa apapun terhadapnya. Jadi, ”kita kan masih belom lama deket” adalah alibi yang sempurna untuk penolakan.

Tapi dia nggak nyerah sampai di situ, dia masih gencar ngedeketin aku. Dan puncaknya, malam ‘penembakan kedua’ ini.

Jujur, aku belum terlalu ada rasa ke dia. Cuma sekedar nyaman (kayak sofa aja, nyaman).

Tapi berhubung situasinya mendesak kayak gini, dan aku juga nggak mau kondisinya tambah parah lantaran aku tolak lagi, akhirnya…

“Yes, I would,” jawabku tenang namun tegas.

Seketika itu juga langsung berkumandang part reffrain Closer-nya Taeyeon sebagai background music kami saat itu. Hehehehehe…

“Makasih, ya… aku janji deh, bakal cepet sembuh buat kamu :),” jawab Vikar.

HEY WORLD! I HAVE A BOYFRIEND! I’M NOT A SINGLE WOMAN ANYMORE!

Ingin rasanya kuteriakkan kata-kata itu. Tapi berhubung udah malem dan aku nggak mau digebukin anak se-kosan gara-gara ribut sendiri, yah akhirnya aku pendam dalam hati saja.

Tiba-tiba background music berubah menjadi lagunya SNSD – I Got A Boy yang mewakili perasaanku saat itu 😀

I got a boy meotjin! I got a boy chakhan!

I got a boy handsome boy nae mam da gajyeogan

I got a boy meotjin! I got a boy chakhan!

I got a boy awesome boy wanjeon banhaenna bwa

~~

Yak, pemirsa…itu tadi cuplikan kisah proses jadianku sama sang pacar…hehehe. I hope you’ve enjoy it 🙂

Awalnya ragu memang, menjalani hubungan jarak jauh alias Long Distance Relationship. Aku di Jember sedangkan dia di Jakarta. APA BISA???

Ternyata setelah masa percobaan berakhir, aku lancar-lancar aja kok menjalani hubungan ini. LDR bukanlah monster menyeramkan seperti yang ada di kepala ababil-ababil masa kini 😀

Yeah, I GOT A BOY meotjin!!